Polemik Hukum Islam dan Hak Asasi Manusia terkait Perlindungan Hak-Hak Anak Luar Kawin dan Peran Penting Pengadilan Agama
Oleh : Nadzirotus Sintya Falady, S.H.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan manusia, perkawinan dan kelahiran anak merupakan peristiwa besar yang menimbulkan akibat hukum kompleks yang akan terus melekat pada diri manusia tersebut hingga mati. Indonesia sebagai Negara Hukum,[1] telah menjamin dan melindungi pemenuhan hak konstitusional perkawinan bagi seluruh warga negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi :
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.”
Suatu perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi aturan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu :
(1) “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
(2) “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Dari perkawinan yang sah inilah, kewajiban dan hak-hak yang timbul setelah adanya perkawinan tersebut dapat dijamin pemenuhan dan perlindungannya oleh Negara. Salah satu tujuan umum yang ingin digapai dalam kehidupan perkawinan adalah memperoleh keturunan. Hakikatnya anak adalah amanah dan karunia ALLAH SWT yang senantiasa wajib diijaga, karena dalam dirinya melekat hak asasi manusia yang merupakan anugerah dari ALLAH SWT.[2] Amanat Konstitusi Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengatur bahwa :
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
[1] Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
[2] Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Selengkapnya KLIK DISINI