Menuntut Nafkah Batin, Mungkinkah?
Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Tinggi PTA Jayapura)
Apabila kita mendengar kata “nafkah” biasanya selalu dikonotasikan dengan salah satu kewajiban suami yang paling utama, yaitu memberi nafkah istri yang biasanya juga terbatas pada kebutuhan istri untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti makan minum atau uang. Padahal, jika kita telusuri cakupan nafkah lebih dari itu. Kata nafkah mempunyai cakupan yang lebih luas dari sekedar kewajiban suami. Sebagai tambahan bahan informasi, berikut mari kita telusuri asal muasal istilah nafkah.
Penulis sengaja mengutip ulang sebuah wacana mengenai nafkah yang ditulis oleh Dzulkifli Hadi Imawan, yang mengutip dari berbagai sumber mengenai definisi nafkah ini dalam salah satu tulisan yang berjudul Fikih Nafkah.Dengan mengutip dari berbagai referensi, secara bahasa, kata nafkah berasal dari bahasa arab ( نفقة ) yang berasal dari kata nafaqa dan berimbuhan hamzah menjadi: anfaqa-yunfiqu-infak atau nafaqah. Dalam Taj al-‘Arus min Jawahir al-Qamus, sebagaimana dikutip oleh Murtadla al-Zabidi mendifinisikan nafkah adalah harta yang diberikan kepada diri sendiri atau keluarga. Kata nafkah juga sering dilafalkan dengan infak yang diambil dari akar kata yang sama “nafaqa”.
Selengkapnya KLIK DISINI